SANGATTAKU – PT. Primatama Energi Nusantara (PT. PEN), diwakili oleh Hardi Purnama didampingi dua orang lainnya, pihak management PT. PEN akhirnya berkenan menghadiri undangan DPRD Kutim guna dengar pendapat (hearing) bersama DPRD Kutim terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap salah satu mantan Karyawan PT. PEN, Ardiasnyah pada September 2020 lalu.
Hearing dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Kutim, Arfan, dan juga dihadiri oleh beberapa Anggota Dewan lainnya, yaitu Asmawardi, Novel Tyty Paembonan, Jimi Arisandi, Rahmadani, Basti Sanggalangi, dan juga Sobirin Bagus.

Sebelumnya, Ardiansyah yang merasa keberatan terhadap besarnya nilai uang yang diberikan oleh PT. PEN terkait PHK terhadap dirinya, mengadu kepada salah satu Anggota DPRD Kutim, Asmawardi. Seperti diketahui, Asmawardi, atau yang lebih dikenal dengan Ardhy Berdhy ini adalah sosok yang kerap berteriak lantang dalam rapat-rapat Anggota DPRD jika sudah berkaitan dengan hak buruh.
Pria kelahiran Sangkulirang, 9 Juni 1980 yang kini dipercaya menjabat Ketua Fraksi Amanat Keadilan Berkarya (AKB), hari ini (11/01/2021) kembali membuat Ruang Hearing DPRD Kutim, kembali memanas. Asmawardi bersikukuh meminta kepada pihak PT. PEN untuk melaksanakan anjuran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), agar membayar pesangon terhadap Ardiansyah sebesar 22 juta.
“Kalau berdasarkan anjuran dari Disnakertrans harusnya membayar Rp.22 juta. Namun PT PEN bersikukuh hanya ingin membayar Rp. 4 juta sekian itu. Kenapa PT PEN ini tidak mau ikuti anjuran malah ingin membawa Ardiansyah untuk PHI sementara dia ini tidak punya dana. Apa tidak gila kah itu,” kata Asmawardi.
Melanjutkan, menyikapi pihak PT. PEN yang juga bersikukuh tak ingin membayar sebesar nilai tuntutan, Asmawardi mengatakan, agar pihak PT. PEN angkat kaki dari Kutim, jika dengan putra daerah saja dzolim.
Adu mulut pun tidak terhindarkan, hingga suasana sempat sedikit memanas, namun akhirnya, kesepakatan bersama pun didapat, setelah pihak PT. PEN menuturkan perihal alasan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan itu menjatuhkan PHK terhadap Ardianysah.

“Pada Juni 2020, Ardiansyah mangkir selama 7 hari, lalu pada Juli mangkir lagi selama 12 hari, dan berlanjut di Agustus mangkir selama 15 hari tanpa ada keterangan sama sekali. Sehingga terjadilah kesepakatan antara dua belah pihak untuk mengakhiri hubungan kerja terhitung sejak (6/9/2020),” jelasnya.
Adapun kesepakatan yang disetujui kedua belah pihak, baik pihak PT. PEN maupun Ardiansyah, nilai yang akan dibayarkan PT. PEN adalah sebesar 7,5 juta. Menutur PT. PEN, ini bukanlah pesangon. “Sebenarnya ini bukan pesangon melainkan uang pisah saja. Kita menyepakati untuk memberikan kepada Ardiansyah sebesar Rp. 7,5 juta,” ucap Hardi usai rapat dengar pendapat bersama DPRD Kutim.