
SANGATTAKU – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur, dr. Novel Tyty Paembonan, mengakui bahwa hak-hak anak sering diabaikan, terutama dalam konteks pendidikan, ketika anak harus sibuk mencari nafkah karena masalah ekonomi. Dalam beberapa pernyataannya saat mengadakan sosialisasi mengenai Peraturan Daerah Perlindungan Anak di Balai Pertemuan Umum (BPU) Sangatta Selatan, Novel menyampaikan keprihatinannya terhadap kesejahteraan anak-anak di Kutai Timur pada umumnya.

Novel mencatat contoh anak-anak yang seharusnya berada di sekolah, namun terpaksa tidak melanjutkan pendidikan mereka dan malah harus bekerja di jalanan untuk mengumpulkan uang demi kelangsungan hidup. Dia menegaskan bahwa ini adalah tanggung jawab orang tua untuk memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak dan tidak terlibat dalam pekerjaan berat di usia yang seharusnya mereka habiskan di sekolah.
“Contohnya, ada masa sekolah, namun malah dia tidak sekolah, dia di luar sibuk mengumpulkan uang di jalanan seribu atau dua ribu rupiah. Padahal, itu bukan tanggung jawabnya, tapi itu tanggung jawab orangtuanya,” papar Politisi Gerindra tersebut.
Selain itu, Novel juga menyoroti masalah kekerasan dalam rumah tangga yang sering melibatkan anak-anak sebagai korban. Ia juga membahas kasus anak-anak yang menghadapi kekurangan gizi pada usia dini, yang seharusnya tidak terjadi. Novel menekankan bahwa masalah-masalah ini tidak boleh diabaikan dan membutuhkan perhatian serius.
“Contoh, bagaimana sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga dengan korbannya anak. Contoh bagaimana anak hamil di usia dini. Ini tidak boleh dibiarkan. Kita tidak boleh diam dengan masalah ini,” tegasnya kemudian.
Dengan adanya Perda Perlindungan Anak, Novel berpendapat bahwa pemerintah sekarang memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas dan layanan yang mendukung kebutuhan anak-anak, termasuk pendidikan, bimbingan sosial, dan fasilitas kesehatan. Hal ini penting karena ada situasi di mana anak-anak mungkin belum berani mengungkapkan atau memahami hak-hak mereka, sehingga perlu ada dukungan yang tersedia.
Novel juga menyoroti perlunya data yang lebih terperinci terkait masalah anak-anak di daerah tersebut. Meskipun data tidak dibahas secara mendalam dalam sosialisasi Perda tersebut, Novel yakin bahwa data ini sebenarnya ada di dinas-dinas terkait, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Ia berharap bahwa suatu saat data tersebut akan diungkapkan, termasuk jumlah kejadian dalam setiap bulan, kasus kekerasan terhadap anak, kehamilan remaja, dan anak-anak yang putus sekolah. Data ini akan menjadi dasar untuk mengidentifikasi dan menangani masalah lebih lanjut.
Novel Tyty Paembonan menegaskan bahwa penanganan masalah ini akan melibatkan dinas-dinas terkait, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta dinas-dinas lainnya, yang perlu mendapat data yang akurat dan komprehensif untuk mengambil tindakan yang sesuai. (AD01/Sek-DPRD)