SANGATTAKU – Sebanyak 50 mahasiswa dari organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar audiensi di Ruang Panel Kantor DPRD Kabupaten Kutai Timur setelah melakukan aksi unjuk rasa pada Kamis, 27 Februari 2025.
Dalam pertemuan tersebut, mereka menyampaikan penolakan terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak pada sektor pendidikan dan kesehatan. Mahasiswa meminta DPRD Kutai Timur berkomitmen bersama mereka untuk menolak pemotongan anggaran di dua sektor vital tersebut.

Ketua DPC GMNI Kutai Timur, Deo Datus Feran Kacaribu, menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah berpotensi memperburuk kualitas pendidikan dan layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil.
“Jadi, kami menuntut transparansi dalam pemotongan anggaran pendidikan, terutama yang berdampak pada fasilitas sekolah dan perguruan tinggi, Pak. Di pedalaman Kutai Timur saat ini, fasilitas sekolah belum memadai, begitu juga di perguruan tinggi. Seperti yang sudah saya sampaikan dalam orasi, di Kampus Stiper dan Stais ada 10 WC, tapi semuanya tidak bisa digunakan,” ujar Deo Datus.
Selain itu, ia juga menolak pemangkasan anggaran kesehatan yang berdampak pada layanan dasar masyarakat, seperti Puskesmas, BPJS Kesehatan serta program vaksinasi. Mahasiswa menuntut alokasi anggaran yang lebih adil bagi rumah sakit dan fasilitas kesehatan di daerah terpencil.
Menurut Deo Datus, fasilitas kesehatan di sejumlah kecamatan, kecuali Sangatta Utara, masih belum memadai. Warga dari daerah seperti Sangkulirang, Kaliorang dan Wahau kerap menghadapi kesulitan karena harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Kondisi ini dinilai membebani masyarakat dan semakin memperburuk akses kesehatan bagi mereka yang tinggal di wilayah terpencil.
“Kami meminta pemerintah menjadikan sektor pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas utama, bukan objek penghematan. Kita harus mendorong evaluasi ulang kebijakan efisiensi yang berpotensi menurunkan kualitas pelayanan publik,” imbuhnya.
Mahasiswa juga menuntut evaluasi ulang terhadap Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Mereka meminta DPRD Kabupaten Kutai Timur untuk berkomitmen meninjau kembali kebijakan efisiensi anggaran agar tidak merugikan sektor pendidikan dan kesehatan. Selain itu, mereka mendesak adanya revisi atau pengecualian bagi program-program strategis di bidang pendidikan dan kesehatan dari kebijakan pemotongan anggaran tersebut.
“Poin terakhir, kami menolak program makan gizi gratis, Pak, ataupun MBG. Kami menuntut agar dana MBG ini dialokasikan pada sektor yang lebih mendesak, seperti pendidikan dan kesehatan,” pungkas Deo Datus. (*/MMP)