SANGATTAKU, Sangatta – “Guru ibarat orang tua kedua saat anak di sekolah” ungkapan berikut kerap kali terdengar di berbagai kesempatan. Guru berperan sebagai pendidik memberikan pengajaran yang bermutu, mencontohkan akhlak mulia dan menjadi pelindung bagi anak di sekolah. Mirisnya, terdapat oknum tenaga pendidik yang alih-alih mendidik dan melindungi namun justru memberi trauma dan merusak masa depan generasi bangsa.
Kabupaten Kutai Timur kembali digegerkan terkait kasus pencabulan dan persetubuhan anak di bawah umur oleh oknum tenaga pendidik.
Hal itu diungkap oleh Sat Reskrim Polres Kutai Timur di bawah pimpinan Kapolres Kutai Timur, AKBP Chandra Hermawan saat gelaran press release di Koridor Polres Kutai Timur pada Rabu siang, 18 September 2024.
AKBP Chandra Hermawan yang didampingi oleh Kasatreskrim Polres Kutai Timur, AKP Dimitri Mahendra Kartika serta Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Ipda Afdhal Ananda Tomakati dan Kasubbag Pengmas Si Humas Polres Kutai Timur, Aipda Wahyu Winarko, memaparkan bahwa perbuatan tercela yang dilakukan oleh tersangka bukanlah yang pertama kali.

“Adapun kejadian tersebut, diduga pertama kali terjadi mulai pada bulan Juli 2023 yang di mana perlakuan tersangka tersebut sudah lebih dari sekali hingga September 2024,” terang Chandra.
Chandra menjelaskan, menurut pengakuan dari pelaku berinisial NS (34), dia tekad melakukan pencabulan dan persetubuhan kepada korban anak bawah umur berinisial LNA (11) dikarenakan tersangka mendambakan korban.
Karena rasa NS yang sangat menginginkan anak korban, NS memanfaatkan salah satu ruangan sekolah dimana ruangan tersebut merupakan tanggung jawab tersangka yang diamanahkan dari pimpinan sekolah, namun ia salahgunakan sebagai tempat untuk melakukan pencabulan dan persetubuhan.
Tersangka beberapa kali memberitahu korban untuk menemuinya di salah satu ruangan sekolah saat situasi sepi dan bertemu hanya berduaan.
“Mulanya anak korban melakukan kegiatan ekskul, dan teman saudari LNA menyampaikan kepada LNA, bahwa tersangka NS menyampaikan jika setelah kegiatan ekskul datang ke studio dan setelah kegiatan ekskul LNA mendatangi tempat tersebut, yang di mana dalam pertemuannya tersangka melakukan bujuk rayu, kemudian menarik anak korban dan korban hanya bisa pasrah. Setelah itu tersangka melakukan aksinya dengan mencabuli dan menyetubuhi korban,” jelas Chandra memaparkan kasus ini lebih rinci.
Ada beberapa motif lain yang dilakukan tersangka untuk menarik perhatian korban. “Salah satunya yaitu handphone yang digunakan sebagai alat komunikasi antara tersangka dan korban. Dimana isi percakapan terdapat pembahasan dewasa,” tambahnya.
Terkuaknya kasus ini karena ada laporan dari orang tua anak korban sekitar awal September 2024, orang tua anak korban menemukan handphone yang diberikan tersangka di ransel sekolah milik anak korban dan menemukan percakapan antara tersangka dan anak korban yang tidak mendidik dan berkonteks pornografi ke Unit PPA Sat Reskrim. “Kemudian segera dilakukan penyelidikan dan penyidikan”.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi berhasil mengamankan beberapa barang bukti yang terkait dengan kejadian, antara lain:
- Hasil pemeriksaan visum Et Repertum anak korban
- Empat helai pakaian yang digunakan anak korban
- Dua buah telefon genggam milik tersangka dan anak korban
- Tiga barang spesial yang diberikan tersangka kepada anak korban.
Akibat perbuatannya tersangka NS dikenakan pasal 81 ayat 2 dan ayat 3 Jo. Pasal 76 D dan atau pasal 82 ayat 1 Jo 76 E Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Kemudian ditambah 1/3 karena status tersangka sebagai tenaga pendidik. (*/MK)