SANGATTAKU – Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Kutai Timur, Misliansyah, menegaskan bahwa penundaan pelantikan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bukan merupakan keputusan daerah, melainkan kebijakan yang mengikuti arahan pemerintah pusat. Pernyataan ini disampaikannya dalam rapat hearing bersama DPRD Kutai Timur pada Selasa, 18 Maret 2025, sebagai tanggapan atas aksi damai Forum Komunikasi Tenaga Kerja Kontrak Daerah Kategori 2 (Forkom TK2D) yang menolak penundaan tersebut.

Misliansyah menjelaskan bahwa penundaan pelantikan PPPK di Kutai Timur dilakukan berdasarkan surat edaran dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ia menekankan bahwa kebijakan ini bukan keputusan sepihak Pemkab Kutai Timur, melainkan aturan yang harus diikuti oleh seluruh daerah.
“Setelah surat dari Kemenpan-RB keluar, kami mengikuti arahan dalam pertemuan daring dengan BKN. Semua pemerintah daerah, baik kabupaten, kota, maupun provinsi, diminta membuat surat edaran yang ditandatangani pejabat berwenang untuk disampaikan kepada tenaga honorer di masing-masing daerah,” ungkapnya.
Selain kebijakan pusat, penundaan pelantikan juga disebabkan kendala teknis dalam proses penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP) PPPK.
“Pada 28 Februari, kami sebenarnya sudah mendapatkan pertek (persetujuan teknis), tetapi proses pengangkatan terhambat karena adanya blokir sistem oleh BKN setelah terbitnya surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Akibatnya, Pak Bupati tidak bisa menandatangani SK secara elektronik,” jelas Misliansyah.
Saat ini, BKPSDM masih menunggu arahan lebih lanjut dari BKN. Revisi terakhir menyebutkan bahwa tahap kedua pengangkatan PPPK kemungkinan akan dilakukan pada Oktober.
“Namun, kami berharap tahap pertama bisa segera dilakukan begitu pertek keluar, sehingga tidak perlu menunggu hingga Oktober,” ujarnya.
Sejak 2021, di bawah kepemimpinan Bupati Ardiansyah Sulaiman, BKPSDM telah melaporkan kondisi tenaga honorer di Kutai Timur yang mencapai hampir 8.000 orang, sementara jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya 4.800 orang.
“Waktu itu saya diperintahkan oleh Bapak Bupati untuk menyelesaikan permasalahan ini karena jumlah tenaga honorer kita jauh lebih banyak dibandingkan ASN. Saya juga menjelaskan bahwa sesuai dengan PP 94 Tahun 2018, ada peluang bagi tenaga honorer untuk diangkat menjadi PPPK,” terang Misliansyah.
Namun, pengangkatan tenaga honorer sempat terkendala aturan seleksi CPNS yang membatasi usia maksimal peserta tes hingga 35 tahun. Banyak tenaga honorer yang telah mengabdi lebih dari 20 tahun tidak memenuhi syarat tersebut. Oleh karena itu, jalur PPPK menjadi solusi yang diperjuangkan Pemkab Kutai Timur.
BKPSDM Kutai Timur berkomitmen untuk terus memperjuangkan kepastian pelantikan PPPK dan berkoordinasi dengan pihak terkait agar proses ini dapat segera terealisasi. (*/MMP)