
SANGATTAKU – Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman, menjelaskan kembali perbedaan belanja operasional dan belanja modal dalam struktur APBD 2026 setelah muncul pertanyaan publik mengenai batasan kedua jenis belanja tersebut. Ia menegaskan bahwa secara praktik, beberapa komponen dalam belanja operasional memang memiliki kemiripan dengan belanja modal, khususnya pada pos belanja barang.

Menurut Ardiansyah, belanja operasional mencakup kebutuhan rutin penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pengadaan sarana kerja sehari-hari. Ia menyebut bahwa di belanja operasional pun ada belanja barang, yang membuat sebagian pihak menganggap keduanya hampir tidak berbeda. Barang-barang yang dimaksud, merupakan kebutuhan administrasi internal, seperti alat tulis kantor. “ATK itu masuk di belanja operasional karena termasuk kebutuhan kantor,” ujarnya.
Kendati demikian, Ardiansyah menegaskan tetap ada perbedaan mendasar antara belanja modal dan belanja operasional. Belanja modal diperuntukkan bagi pembelian aset jangka panjang yang memiliki nilai manfaat lebih dari satu tahun anggaran. Ia mencontohkan bahwa pengadaan kendaraan dinas tidak bisa dicatat dalam belanja operasional. “Kalau kendaraan itu masuknya di belanja modal,” terangnya.
Terkait belanja pegawai, Ardiansyah memastikan komposisinya masih berada dalam batas kewajaran dan tidak melebihi ketentuan maksimal. Ia menyebut bahwa aturan memperbolehkan belanja pegawai hingga 30 persen dari keseluruhan APBD.
“Maksimal 30 persen dan itu boleh,” ungkapnya ketika ditanya mengenai proporsi belanja pegawai dalam draf APBD 2026.
Penjelasan tersebut disampaikannya sebagai upaya memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada publik mengenai struktur anggaran dan peruntukan belanja daerah, termasuk perbedaan teknis yang seringkali dianggap mirip. (adv/Diskominfo Kutim)




















