SANGATTAKU – Belakangan, rencana proses tender ulang proyek pembangunan Jembatan Telen yang menggunakan skema Multiyears Contract (MYC) menjadi sorotan banyak pihak. Hal tersebut, tak lepas dari pernyataan PT Putra Nanggroe Aceh (PNA) di salah satu media yang mengklaim sebagai pemenang tender setelah dinyatakan menang lelang di LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik), kemudian dinyatakan batal karena ditolak oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yakni Dinas PUPR Kutai Timur.
Menurut kuasa hukum PT PNA, Ikhwan Syarif, pembatalan pemenang tender atas PT PNA yang dilakukan oleh Dinas PUPR tidaklah lazim. Ikhwan mengatakan, tentu PT PNA menang dalam tender karena telah memenuhi semua syarat yang ditentukan saat pengumuman lelang.
“Bagi kami, ini hanya masalah yang dicari-cari, untuk membatalkan kemenangan tender bagi kami (PT PNA). Sebab, sebelum pembatalan, pihak PU (Dinas PUPR Kutai Timur) meminta kami untuk mundur sebagai pemenang dan menyerahkan pekerjaan tersebut pada kontraktor yang sejatinya kalah tender, alasannya karena kontraktor tersebut ada kaitannya dengan ‘penguasa’,” jelas Ikhwan seperti dikutip dari teraskalim.id
Menanggapi hal tersebut, saat dimintai keterangan, Kepala Dinas PUPR Kutai Timur, Muhir menyatakan, apa yang dilakukan Dinas PUPR sudah sesuai mekanisme. Muhir menambahkan, yang dilakukan adalah bukan pembatalan, melainkan setelah dilakukan crosschek oleh PPK, PT PNA dinilai masih belum lengkap sehingga belum dapat dikatakan layak untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, sehingga PPK menolak hasil yang diberikan dari Kelompok Kerja Pemilihan LPSE.
“Hal itu tidak menyalahi aturan, sudah sesuai mekanisme, PPK berhak melakukan review atau pengecekan ulang terhadap kelayakan atau kelengkapan Penyedia Barang Jasa (PBJ), sebelum memutuskan membuat SPPBJ (Surat Penunjukan Penyedia Barang Jasa),” jelas Muhir saat ditemui di ruang kerjanya.
Muhir menjelaskan, bahwa proses pelelangan PBJ di LPSE adalah rangkaian awal dari sebuah proses penentuan pemenang tender. Dirinya menyebut, setelah diyatakan menang di LPSE, tahap selanjutnya adalah pengecekan ulang oleh PPK dari KPA, yakni Dinas PUPR.
“Seperti yang saya bilang sebelumnya, PPK ini berhak menolak pemenang dari Pokmil LPSE, jika memang setelah dilakukan pengecekan ulang, terdapat hal-hal semisal kurang kelengkapan dokumen, atau semacamnya,” papar Muhir menjelaskan.
“Dan proses ini, adalah satu kesatuan dari mulai proses pelelangan di LPSE, sampai ke tahap penerbitan SPPBJ, kalau kesemua tahap ini selesai, barulah bisa dinyatakan menang,” imbuhnya.
Muhir menambahkan, kejadian penolakan PBJ dari Pokmil LPSE seperti ini sebenernya sudah lazim, dirinya menyayangkan jika ternyata ada pihak yang terlalu membesar-besarkan masalah seperti ini.
“Dari 16 paket proyek multiyears, 12 itu sudah selesai prosesnya sampai SPPBJ, 3 kita tolak (oleh PPK), dan 1 dinyatakan ditender ulang oleh Pokmil LPSE,” papar Muhir.
“Jadi ada 3 yang ditolak oleh PPK, meskipun mereka menang di LPSE, dan salah satunya dari 3 itu ya, PT PNA, jadi ini hal yang memang lumrah, karena menang di LPSE, itu artinya baru setengah jalan, setengahnya lagi, jika sudah disetujui PPK dan diterbitkan SPPBJ,” pungkasnya. (ADV01/ DISKOMINFO STAPER))