SANGATTAKU – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) memastikan distribusi gas LPG 3 kg tetap lancar dan stok mencukupi menjelang Ramadan hingga Idul Fitri. TPID, yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Rizali Hadi, melakukan pemantauan langsung ke Pertamina LPG pada Rabu, 26 Februari 2025. Langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga serta memastikan subsidi LPG tepat sasaran.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutai Timur, Nora Ramadani, menyebutkan bahwa persoalan distribusi LPG tidak hanya terjadi di Kutai Timur, namun merupakan permasalahan nasional.
“Permasalahan ini bermula dari kebijakan Pertamina yang melarang pangkalan menjual LPG ke warung pengecer. Kebijakan ini sebenarnya bertujuan agar masyarakat bisa membeli dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun, di lapangan muncul keluhan, karena masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk datang langsung ke pangkalan, termasuk antre membawa tabung LPG,” ujar Nora.
Ia menyampaikan bahwa Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman, turut menyoroti kondisi ini dan berharap segera ada regulasi yang memungkinkan pangkalan menjual ke warung pengecer dengan status yang ditingkatkan menjadi sub pangkalan.
“Harapannya, dengan regulasi ini harga LPG tetap terkendali dan tidak melonjak hingga Rp30.000–Rp35.000 per tabung,” jelasnya.

Nora menambahkan bahwa usulan bupati ini diharapkan segera ditindaklanjuti dengan mekanisme peningkatan status warung pengecer menjadi sub-pangkalan melalui sistem perizinan berbasis Online Single Submission (OSS).
Terkait pengendalian distribusi, sistem pembelian LPG subsidi masih menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), sembari menunggu regulasi terbaru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Meski demikian, Pertamina telah mengeluarkan ketentuan baru yang melarang beberapa usaha seperti restoran, laundry, pertanian, las, dan pengerajin batik menggunakan LPG subsidi. Kelompok ini dianjurkan beralih ke LPG non-subsidi, meskipun secara modal masih tergolong Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). (*/MMP)