SANGATTAKU – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kutai Timur melakukan sidak terhadap minyak goreng merek Minyakita setelah muncul isu di media sosial terkait ketidaksesuaian volume dalam kemasan 1 liter. Sidak ini dilakukan pada Selasa, 11 Maret 2025, sebagai tindak lanjut dari instruksi pemerintah provinsi yang meminta seluruh kabupaten dan kota untuk melakukan pengecekan ulang.

Kepala Disperindag Kutai Timur, Nora Ramadhani, mengungkapkan bahwa hasil pengukuran ulang menunjukkan adanya perbedaan takaran pada beberapa produk minyak goreng. Produk dari PT Jaya Lestari Jaya Indonesia Maju ditemukan memiliki kekurangan sekitar 25 mililiter, yakni hanya 975 mililiter per kemasan. Padahal, batas toleransi yang diperbolehkan adalah 985 mililiter.
“Tapi kita tidak menemukan seperti di Jawa yang ada 700, ada yang 800 mililiter yang kurang banyak. Kemarin itu 975,” ujar Nora saat dikonfirmasi oleh awak media di ruang kerjanya, Rabu, 12 Maret 2025.
Disperindag Kutai Timur akan menindaklanjuti temuan ini dengan memberikan peringatan kepada pihak terkait. Sidak juga masih berlanjut di beberapa lokasi lain, termasuk Pasar Seberang dengan melibatkan unsur TNI dan kepolisian.
Lebih lanjut, Nora menjelaskan bahwa langkah awal yang akan dilakukan bersifat persuasif dengan memberikan teguran kepada distributor dan produsen. Namun, jika ditemukan unsur pelanggaran yang lebih serius, maka kepolisian, khususnya unit tindak pidana ekonomi, akan menindaklanjuti sebagai bagian dari penegakan hukum.
“Kalau kami sifatnya di Disperindag hanya menguji, menemukan datanya. Begitu berkurang, mengenai perlakuannya kan ada pihak berwajib. Tapi kalau untuk yang itu nanti kita akan laporkan ke Menteri Perdagangan tapi melalui provinsi juga, bahwa atas nama ‘ini’ takarannya kurang. Mengenai sanksi, nanti dari negara,” imbuhnya.
Selain permasalahan takaran, harga Minyakita di Kutai Timur juga masih menjadi perhatian. Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp15.700 per liter, namun di pasaran harga minyak goreng tersebut masih berkisar Rp18.000.
Menurut Nora, salah satu penyebab harga yang belum sesuai HET adalah biaya distribusi yang tinggi. Kutai Timur masuk dalam wilayah distribusi Indonesia Barat, tetapi lokasinya berada di bagian timur dari jalur distribusi tersebut. Hal ini menyebabkan harga minyak goreng di daerah ini lebih mahal dibandingkan wilayah lain seperti Malinau, yang justru masuk dalam jalur distribusi Indonesia Timur.
“Jadi Minyakita ini lebih murah di Malinau karena area distribusi pelayarannya berbeda. Itu yang membuat harga di sini lebih mahal. Ini keterangan dari D1. Kalau kita masuk ke wilayah distribusi Timur, mungkin lebih murah karena lebih dulu dicapai. Nah, mengenai area distribusi ini kan di luar kewenangan kita. Tapi itulah salah satu faktor mengapa HET tidak tercapai,” pungkasnya. (*/MMP)