
SANGATTAKU – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan peringatan keras kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia terkait rendahnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjelang akhir tahun anggaran 2025. Hingga pertengahan November, rata-rata serapan belanja daerah secara nasional baru mencapai 60 persen, angka yang dinilai memprihatinkan oleh Kemendagri.

Dalam rapat koordinasi melalui Zoom Meeting pada Senin, 17 November 2025, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, menekankan perlunya percepatan drastis agar kinerja realisasi belanja tidak jauh tertinggal dibandingkan tahun sebelumnya. Rakor ini dihadiri secara daring oleh perwakilan pemerintah daerah se-Indonesia, termasuk Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim) Mahyunadi.
“Rata-rata realisasi belanja baru di angka 60 persen, sementara waktu kita hanya tersisa satu bulan. Saya minta masing-masing daerah segera melihat hal-hal apa yang perlu dipercepat, mana yang harus dikoordinasikan kembali, sehingga paling tidak realisasi belanja dapat menyamai capaian pada 2024 yang rata-ratanya 92 persen,” tegas Tomsi Tohir.
Ia menambahkan bahwa meskipun kinerja pendapatan daerah secara nasional dinilai cukup baik, realisasi belanja yang rendah harus menjadi evaluasi bersama. Kondisi ini menjadi pegangan agar perencanaan anggaran tidak menumpuk pada akhir tahun, melainkan didistribusikan secara merata sejak awal tahun anggaran.
Menanggapi masalah penumpukan anggaran di akhir tahun, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni, menyoroti pentingnya perencanaan serapan anggaran yang sistematis dari awal tahun. Untuk mengatasi pola lama yang cenderung menunda belanja, Kemendagri menginstruksikan pola baru yang wajib diterapkan oleh setiap pemerintah daerah mulai APBD Tahun Anggaran 2026.
Instruksi pola baru tersebut mewajibkan penyerapan anggaran sebesar 20 persen pada triwulan pertama, yang kemudian ditambah sebesar 30 persen pada setiap triwulan berikutnya (Triwulan II dan III). Dengan pola penyerapan yang terdistribusi ini, diharapkan uang pemerintah dapat segera beredar di masyarakat.
Agus Fatoni menjelaskan bahwa peredaran uang pemerintah ini akan memberikan dampak domino yang positif terhadap perekonomian lokal. “Kita perlu mendorong realisasi sejak awal tahun agar uang pemerintah beredar di masyarakat, begitu pula dengan uang swasta. Dengan demikian konsumsi masyarakat meningkat, pembangunan bisa dimulai lebih awal, dan pelayanan publik dapat berjalan lebih optimal. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan dan partisipasi masyarakat,” jelasnya.
Selain instruksi pola penyerapan, Kemendagri juga meminta pemerintah daerah untuk meningkatkan intensitas pelaporan. Setiap pemerintah daerah diminta melakukan pembaruan laporan realisasi APBD setiap pekan dan menyampaikannya langsung ke Kemendagri. Laporan mingguan ini akan dijadikan bahan evaluasi berkelanjutan oleh pemerintah pusat. Agus Fatoni menutup arahannya dengan menekankan perlunya kreativitas daerah. “Pada intinya, daerah harus kreatif dalam menentukan belanja dan pendapatannya,” tambahnya.
Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir, menegaskan kembali pentingnya monitoring berkelanjutan oleh kepala daerah. Ia berharap agar ke depannya penumpukan serapan anggaran tidak terulang. “Saya berharap tahun depan hal ini tidak terulang lagi. Perencanaan penyerapan harus dibuat mulai dari sekarang agar pelaksanaan APBD 2026 dapat lebih baik,” pungkasnya. (adv/Diskominfo Kutim)




















