
SANGATTAKU – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menekankan pentingnya ketepatan waktu dan kelengkapan dokumen dalam proses penataan desa persiapan menuju desa definitif. Hal itu disampaikan Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kutim, Agus Gazali Sumantri, saat memberikan paparan teknis dalam kegiatan evaluasi tiga desa persiapan di Kecamatan Sangatta Utara yang telah memperoleh kode register.

Agus menjelaskan bahwa penataan desa kini sepenuhnya berada di bawah kewenangan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), sesuai Perbup Nomor 19 dan Perbup Nomor 6 tentang SOPK. Ia menegaskan bahwa proses penataan harus mengikuti Permendagri Nomor 1 Tahun 2017 sebagai aturan pelaksana utama.
Salah satu poin penting yang ditekankan Agus adalah batas waktu desa persiapan untuk menjadi desa definitif, yakni maksimal tiga tahun. Berdasarkan hasil komunikasi dengan provinsi dan kementerian, titik awal atau detik nol bagi tiga desa persiapan di Sangatta Utara ditetapkan pada 19 Juni 2025, bertepatan dengan terbitnya kode register.
“Mulai Juni 2025 kita sudah hitung nol hingga tiga tahun. Jangan sampai lupa,” ujarnya.
Dengan demikian, pada Desember 2025, desa persiapan sudah wajib menyampaikan laporan semester sebagai bagian dari kewajiban regulasi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014.
Agus mengingatkan bahwa seluruh dokumen kajian, rekomendasi, serta kelengkapan administrasi tidak boleh dihapus, karena akan menjadi dasar verifikasi berjenjang: mulai kabupaten, provinsi, hingga pusat.
“Dokumen hasil kajian dan verifikasi tim menjadi syarat penting untuk menentukan desa persiapan layak atau tidak layak,” jelasnya.
Verifikasi tersebut mencakup batas desa, data kependudukan konsolidasi (DKB), hingga sejarah penamaan desa. Semua berkas itu wajib dipenuhi sebelum rancangan peraturan daerah (ranperda) dapat diajukan ke provinsi.
Dalam evaluasi awal, salah satu catatan penting dari Kementerian Desa adalah soal ketersediaan kantor desa. Saat ini, kantor desa persiapan di Sangatta Utara masih menyewa.
Agus meminta desa dan kecamatan segera menyiapkan langkah konkret terkait pengadaan lahan, termasuk opsi hibah.
“Surat hibah, kepemilikan, semua harus dicek sampai sedetail mungkin karena akan diverifikasi oleh tim pusat,” tegasnya.
Memasuki tahun kedua, desa persiapan bersama pemerintah kabupaten akan masuk pada tahap penyusunan ranperda desa definitif. Ia mengatakan bahwa proses harmonisasi regulasi di Kemenkumham menggunakan sistem first in, first out, sehingga keterlambatan pengajuan bisa berdampak serius terhadap jadwal.
Ranperda yang telah dibahas bersama DPRD dan dievaluasi gubernur kemudian diregister, sebelum menjadi dasar pengajuan verifikasi tingkat pusat.
Agus juga menyoroti pentingnya penetapan potensi unggulan pada masing-masing desa, sebagai salah satu indikator utama dalam pemaparan di tingkat pusat.
“Yang diunggulkan itu harus jelas. UMKM kah, wisata kah, pertanian kah? Karena potensi unggulan inilah yang akan diuji pada saat verifikasi,” ungkapnya.
Potensi tersebut harus didampingi sejak awal karena berkaitan dengan kelayakan ekonomi desa dan peluang pembentukan pendapatan asli desa (PAD).
Meski regulasi memberi ruang tiga tahun, Agus optimistis tiga desa persiapan di Sangatta Utara dapat diproses lebih cepat.
“Kalau bisa dua tahun, itu lebih baik. Dari 11 desa persiapan yang dievaluasi, empat desa terlihat paling siap dari sisi SDM dan koordinasi,” ungkapnya.
Ia menutup paparan dengan menekankan pentingnya komunikasi intensif antara desa, kecamatan, DPMD dan instansi terkait untuk memastikan seluruh tahapan tidak melewati batas waktu. (adv/Diskominfo Kutim)




















