
SANGATTAKU – Kutai Timur segera memiliki universitas baru hasil penggabungan dua perguruan tinggi. Inisiatif strategis ini muncul sebagai upaya pengembangan pendidikan tinggi di wilayah tersebut, dengan menggabungkan Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) dan Sekolah Tinggi Ilmu Islam Sangatta (STAIS).

Rencana transformasi pendidikan tinggi ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Meski demikian, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, terutama terkait keberagaman program studi.
“Tidak cukup hanya prodi pertanian saja, tetapi harus ada prodi dari bidang lain. Saat ini sudah direncanakan penambahan prodi pariwisata dan bisnis digital sebagai pelengkap,” jelas Asisten III Setkab Kutai Timur, Sudirman Latif.
Menariknya, meskipun kedua institusi ini berstatus swasta, selama ini pembiayaan operasionalnya sepenuhnya ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kondisi ini mendorong pemerintah daerah untuk mencari model pengelolaan yang lebih efisien dan mandiri.
Dalam proses perencanaannya, Pemkab Kutai Timur telah membentuk tim percepatan yang akan melaporkan hasil kajiannya kepada Bupati. “Ini masih dalam tahap perencanaan. Hasil kerja tim percepatan akan segera kami laporkan kepada Bupati untuk mendapatkan arahan lebih lanjut,” ungkap Sudirman.
Sebagai bagian dari studi kelayakan, tim dari Pemkab Kutai Timur akan melakukan kunjungan pembelajaran ke Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) di Tenggarong. Institusi ini dipilih karena telah berhasil mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dalam satu naungan universitas.
“Di sana sudah ada pengelolaan berbagai disiplin ilmu, mulai dari bidang keislaman, eksakta, hingga ekonomi dan sosial. Hal ini bisa menjadi referensi bagi kami,” tambah Sudirman.
Rencana ini muncul setelah adanya moratorium pendirian perguruan tinggi negeri baru dari pemerintah pusat. “Kita saat ini sedang merencanakan bagaimana caranya mengintegrasikan kedua perguruan tinggi ini. Awalnya ada wacana menjadikan salah satunya perguruan tinggi negeri, tetapi kebijakan pemerintah pusat menerapkan moratorium pendirian perguruan tinggi negeri baru,” jelasnya.
Terkait status kelembagaan ke depan, Pemkab Kutai Timur masih mempertimbangkan beberapa opsi. “Opsinya adalah apakah universitas ini akan sepenuhnya menjadi perguruan tinggi negeri, atau tetap swasta tetapi dikelola secara mandiri oleh yayasan tanpa bergantung pada dana pemerintah daerah,” pungkas Sudirman.
Dengan rencana penggabungan ini, diharapkan akan tercipta institusi pendidikan tinggi yang lebih kuat, efisien, dan mampu menjawab kebutuhan pendidikan tinggi di wilayah Kutai Timur. (AD02/ Diskominfo Kutim)