SANGATTAKU – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur, Jimmi, menekankan pentingnya transparansi dalam penerimaan daerah, terutama dari sektor bagi hasil (profit sharing) pertambangan. Hal itu ia sampaikan usai rapat Badan Anggaran (Banggar) yang membahas Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-KUA) serta Rancangan Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (P-PPAS) Tahun Anggaran 2025, Kamis (4/9/2025).
Jimmi menegaskan, pemerintah daerah harus memaksimalkan potensi pendapatan tanpa membebani masyarakat dengan pungutan baru. Ia mencontohkan, beberapa daerah mengandalkan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebagai sumber utama, namun kebijakan itu kerap menimbulkan persoalan sosial.
“Kita tidak mau ada seperti itu,” tegas Jimmi.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutai Timur tidak mengalami penurunan. Namun, penerimaan dari profit sharing pertambangan justru merosot tajam.
“Menurut pengakuan perusahaan-perusahaan tambang ini kan dana operasionalnya meningkat. Karena profit sharing itu kan dari keuntungan bersih,” terang Jimmi.
Ia bahkan menyinggung adanya penurunan signifikan dalam jumlah yang diterima daerah.
“Nah, itu yang kita kepengin ada pembicaraan terbuka dengan beberapa pihak terkait. Misalnya perusahaan tambang itu sendiri, supaya ada audit lah untuk melihat kenapa yang sebelumnya punya potensi Rp400 miliar, jadi hanya tersisa Rp70-80 miliar,” ungkapnya.
Karena itu, DPRD Kutai Timur mendorong agar pemerintah daerah, DPRD dan perusahaan tambang duduk bersama membicarakan persoalan ini secara transparan.
“Wajar kalau kita mempertanyakan kenapa penerimaan daerah bisa menurun. Hak-hak daerah ini harus benar-benar dimaksimalkan sesuai potensi yang ada. Karena itu, kita akan lebih kritis dalam melihat posisi penerimaan pendapatan,” tutup Jimmi. (MMP)