SANGATTAKU – Kabupaten Kutai Timur (Kutim), sebagai salah satu wilayah terluas di Kalimantan Timur, memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah, meskipun banyak di antaranya belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar hasil SDA diekspor ke luar negeri, menjadikannya salah satu penghasil devisa utama bagi negara, terutama dari sektor pertambangan, kehutanan, dan hasil lainnya.
“Sumber daya alam di Kutai Timur sebagian besar diekspor, menjadikannya penghasil devisa utama bagi negara, khususnya dari sektor pertambangan dan kehutanan,” ujar Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Pemekaran) Poniso Suryo Renggono saat membacakan sambutan Bupati Ardiansyah Sulaiman pada kegiatan penguatan kapasitas Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Kaltim, di Royal Victoria Hotel, Kamis (25/07/2024).
Poniso, yang biasa disapa, juga menambahkan bahwa Kutai Timur tidak hanya kaya akan SDA tetapi juga dikenal dengan kearifan lokal, adat, dan budaya yang masih terjaga dan dilestarikan oleh masyarakatnya. Pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat menjadi isu penting baik di tingkat nasional maupun daerah, sesuai dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B ayat (2).
Namun, dalam pelaksanaannya, pengakuan dan perlindungan hak-hak ekonomi dan sosial budaya masyarakat hukum adat, termasuk sumber-sumber kehidupan seperti tanah, hutan, laut, dan perairan, masih berjalan lamban.
“Pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat sangat penting karena mereka sudah ada jauh sebelum NKRI terbentuk,” tambah Poniso.
Dalam hal ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Selain itu, Pemkab Kutim juga menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2020 tentang Pedoman Identifikasi, Verifikasi, dan Penetapan Masyarakat Hukum Adat.
“Regulasi-regulasi ini dapat menjadi rujukan bagi Panitia MHA Kabupaten Kutai Timur dalam memberikan kepastian hukum melalui Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA),” bebernya.
Kepala Bidang Penataan Desa DPMDes Kutim, Muhammad Jamil Harahap, menjelaskan bahwa kegiatan ini akan berlangsung selama tiga hari dan diikuti oleh 50 peserta. Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber dari Perkumpulan PADI dan Bioma Samarinda. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk mengoptimalkan tugas dan fungsi Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam identifikasi, verifikasi, dan validasi keberadaan Masyarakat Hukum Adat.
“Kegiatan ini merupakan strategi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bersama Pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk mempercepat pemberdayaan PPMHA melalui kolaborasi antar pihak sesuai kewenangan,” ujarnya. (AD01/ Diskominfo Kutim)