SANGATTAKU, Sangatta – Kontroversi mengemuka terkait rencana kelanjutan pengerjaan Jalan Ringroad 2A yang menghubungkan Jalan Pendidikan dan Jalan Soekarno-Hatta di Kabupaten Kutai Timur. Sejumlah warga, yang mengaku sebagai pemilik lahan di area proyek, menuntut agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melakukan pembayaran ganti rugi sebelum melanjutkan pembangunan. Mereka telah memasang spanduk yang menuntut kejelasan pembayaran, mengingat klaim mereka berdasarkan bukti hukum yang sah dari Mahkamah Agung.
![](https://www.sangattaku.com/wp-content/uploads/WhatsApp-Image-2024-09-14-at-20.10.00-1024x683.jpeg)
Oskar Moa, salah satu warga yang terdampak, menegaskan bahwa lahan tersebut secara sah miliknya dan beberapa warga lainnya. “Kami memiliki bukti kepemilikan yang sah berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 865 PK/Pdt/2020,” ujarnya sambil menunjukkan salinan putusan kepada awak media.
Putusan MA tersebut secara eksplisit menolak permohonan peninjauan kembali dari pihak penggugat, yang menurut Oskar, memperkuat posisi hukum mereka sebagai pemilik sah. Oskar menegaskan akan menempuh jalur hukum jika pemerintah tidak melakukan pembayaran atau beriktikad baik untuk menyelesaikan masalah ini. Ia menduga ada indikasi pembayaran yang salah sasaran kepada pihak yang tidak memiliki hak atas lahan tersebut.
“Kami berharap pemerintah dapat membayar ganti rugi atas lahan kami yang terkena proyek pembuatan Jalan Ringroad 2A,” tambahnya.
Ardi, kuasa hukum para warga, dalam wawancara terpisah menegaskan kesiapannya membawa kasus ini ke ranah pidana jika pemerintah atau kontraktornya melanjutkan pengerjaan tanpa melakukan pembayaran kepada kliennya.
“Kami sudah memenangkan kasus ini di MA. Jika pemerintah bersikeras telah membayar, perlu dipertanyakan kepada siapa pembayaran itu dilakukan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pengendalian Lahan dan Tata Ruang, Simon Salombe, menyatakan bahwa pihaknya telah mengetahui permasalahan ini dan pernah bertemu dengan perwakilan masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Swadaya Makmur. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah perlu mengkaji ulang putusan MA sebelum mengambil keputusan.
Simon juga menegaskan bahwa pemerintah tidak mungkin melakukan pembayaran dua kali untuk lokasi yang sama. Pernyataan ini mengindikasikan adanya kompleksitas dalam penyelesaian sengketa lahan tersebut.
“Kami telah mengagendakan pertemuan dengan mereka melalui kuasa hukumnya, namun belum terlaksana karena kuasa hukum sedang tidak berada di Sangatta. Kami harus mempelajari hasil putusan MA terlebih dahulu sebelum membahas masalah pembayaran,” jelas Simon.
Simon juga menyebutkan bahwa Jalan Ringroad 2 A adalah salah satu program prioritas pemerintah daerah. Oleh sebab itu dirinya berharap masyarakat dapat memahami hal tersebut.
“Terkait dengan persoalan hukum tentunya kita menghargai penyelesaian yang telah dilalui. Sebelum Dinas PUPR melanjutkan pekerjaan ini, kita akan duduk bersama terlebih dahulu untuk berdiskusi,” imbuhnya.
Untuk diketahui, proyek Jalan Ringroad 2A sendiri merupakan bagian dari upaya Pemkab Kutai Timur untuk meningkatkan infrastruktur transportasi di wilayahnya. Namun, kontroversi kepemilikan lahan ini berpotensi menghambat progress pembangunan jika tidak segera diselesaikan. (Q)