SANGATTAKU – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kutai Timur menanggapi isu dugaan penyimpangan dalam penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kutai Timur. Disperindag Kutim menegaskan bahwa kewenangan utama terkait distribusi BBM berada di tangan Pertamina melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
“Kita sudah memberikan keterangan bahwa kewenangan kita sebenarnya tidak ada di dalam hal ini. Semua merupakan ranah Pertamina melalui BPH Migas,” ujar Kepala Disperindag, Nora Ramadani, saat ditemui di ruang kerjanya pada Senin, 13 Januari 2025 Pukul 11.55 WITA yang didampingi oleh Kepala Bidang Dalam Negeri, Erwin Pratama dan JF Pengawas Perdagangan, Achmad Dony Erviady.

Saat ini, dugaan penyimpangan distribusi BBM sedang dalam penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi. Salah satu temuan yang mencuat adalah praktik pengecer yang membeli BBM dari SPBU untuk dijual kembali secara ilegal. Disperindag sendiri telah melakukan upaya pengawasan, termasuk menggunakan sistem kupon dan barcode, namun kendala di lapangan tetap terjadi.
“Sudah kita tindaklanjuti dengan kupon dan barcode tetapi selalu ada upaya mereka untuk mensiasati regulasi,” ujarnya.
Nora juga menyoroti bahaya yang ditimbulkan oleh praktik pengecer, baik dari sisi hukum maupun keselamatan. Menurutnya, barang seperti BBM sangat mudah terbakar, dan penyimpanannya memerlukan standar operasional prosedur (SOP) yang ketat.
“Warung-warung pengecer ini biasanya tidak memiliki SOP yang memadai, sehingga penyimpanan BBM tanpa standar keamanan sangat berbahaya,” jelas Nora lebih dalam.
Meski demikian, Nora mengakui bahwa razia terhadap pengecer bukan merupakan kewenangan Disperindag. “Kalau kami melakukan razia, itu bisa dianggap offside karena pengawasan BBM sepenuhnya berada di bawah Pertamina. Untuk itu, kami masih terus berembuk dengan pihak-pihak terkait,” imbuhnya.
Sebagai langkah antisipasi, Disperindag Kutai Timur berencana mengusulkan peraturan di daerah guna menjaga keselamatan masyarakat tanpa harus menerapkan sanksi berat seperti kurungan badan sebagaimana diatur dalam UU Migas.
“Kita coba siapkan regulasi (peraturan di daerah) untuk diajukan ke Bupati tentang kiat-kiat penertibannya,” pungkasnya.
Langkah ini juga mempertimbangkan sejumlah insiden kebakaran akibat penyimpanan BBM yang tidak sesuai standar, yang bahkan telah menimbulkan korban jiwa.
Dengan pendekatan yang lebih manusiawi, Disperindag berharap regulasi ini dapat memberikan efek jera sekaligus melindungi masyarakat, tanpa mengintervensi kewenangan utama yang dipegang oleh Pertamina dan BPH Migas. (*/MK)