SANGATTAKU – Asap rokok mengepul tipis, beradu dengan aroma kopi hitam pekat yang baru diseduh. Di sebuah warung sederhana di sudut kota Sangatta, Rabu (4/6/2025) sore itu, suasana santai terusik oleh nada bicara yang sedikit meninggi. Bukan obrolan ringan sesama pengunjung, melainkan suara Eddy Markus Palinggi, Ketua Komisi A DPRD Kutai Timur, yang tengah menggelar jumpa pers dadakan.
Duduk di kursi warung yang jauh dari kata mewah, dikelilingi beberapa wartawan yang sigap dengan buku catatan dan ponsel, Eddy tak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Raut wajahnya mengeras saat menjelaskan persoalan yang menggantung: Surat Keputusan (SK) pembentukan Panitia Khusus (Panja) untuk mengusut dugaan masalah lingkungan PT Arkara Prathama Energi (APE) tak kunjung terbit dari meja Ketua DPRD, Jimmy.

“Sudah sebulan lebih sejak Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) memutuskan pembentukan panja ini,” ujar Eddy, suaranya terdengar jelas di antara denting sendok dan obrolan sayup pengunjung lain. “Ini bukan soal sepele, ini menyangkut marwah lembaga kita, DPRD, sebagai wakil rakyat.”
Ia menarik napas sejenak, memandang berkeliling seolah mencari kata yang tepat. “Ada dua urgensi kenapa panja ini harus segera bekerja. Pertama, komitmen PT APE terhadap kaidah pertambangan yang baik, terutama pengelolaan lingkungan, kami duga kuat tidak berjalan semestinya. Kedua, soal izin penggunaan jalan kabupaten yang jelas-jelas merugikan masyarakat.”
Eddy mencondongkan tubuhnya sedikit. “Bayangkan saja, jalan kabupaten sepanjang 3,7 kilometer yang mereka lewati untuk angkutan batu bara, dulunya aspal mulus, sekarang jadi jalan tanah. Kerusakan ini nyata, kasat mata,” paparnya, nadanya menyiratkan kekecewaan.
Menurut politisi dari Partai Nasdem ini, tim panja sebenarnya sudah terbentuk tak lama setelah RDPU. Nama-nama anggota sudah diserahkan kepada Ketua DPRD Jimmy untuk dituangkan dalam SK. Namun, di sinilah masalah bermula. SK itu macet.
“Beberapa hari setelah nama-nama kami serahkan, saya dapat info dari Kabag Persidangan, SK belum ditandatangani Ketua. Alasannya? Ketua minta cek dulu anggarannya,” ungkap Eddy, sambil sesekali menyesap kopi di hadapannya yang mulai mendingin.
Upaya konfirmasi terus dilakukannya. Telepon genggamnya aktif menghubungi sang ketua, namun jawaban pasti tak kunjung didapat. “Dua hari lalu saya telepon lagi, beliau bilang sedang di Sangkima. Saya tunggu di kantor, tapi sampai detik ini, tidak ada kejelasan. Terus terang, saya tidak tahu ada apa dengan Ketua,” lanjutnya, kali ini dengan nada lebih tegas.
“Saya ingin klarifikasi, apa sebenarnya yang membuat SK ini tertahan? Saya masih berusaha berpikir positif,” imbuhnya, menepis sementara kemungkinan adanya konflik kepentingan, meski tak menampik opsi aksi simbolis jika SK tak kunjung terbit bulan ini.
Dukungan dari dinas terkait, kata Eddy, sudah jelas. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Perhubungan (Dishub) yang hadir dalam RDPU sepakat panja diperlukan. Terlebih, DLH pernah menjatuhkan sanksi pada 2023, namun tindak lanjut optimal dari PT APE masih jadi tanda tanya besar.
“Saat kami sidak ke lokasi, kolam-kolam penampungan itu sudah penuh sedimentasi dan lumpur. Fungsinya jelas tidak maksimal. Ini perlu pendalaman serius lewat panja,” tegasnya.
Tanggapan Terpisah Ketua DPRD
Di tempat terpisah, saat dikonfirmasi, Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmy, membenarkan bahwa SK Panja PT APE memang belum ia tandatangani. Namun, ia membantah jika anggaran menjadi satu-satunya alasan.
“Memang belum saya tanda tangani,” aku Jimmy. Ia menjelaskan penundaan dilakukan karena ingin melihat progres penanganan lingkungan oleh PT APE yang menurutnya rajin melapor ke DLH.
“Saya ingin rapatkan dulu dengan komisi terkait dan Sekwan (Sekretariat DPRD). Kita lihat, apakah perlu panja atau cukup ditangani komisi. Keputusan final setelah rapat koordinasi nanti,” jelas Jimmy, menambahkan rapat baru bisa digelar setelah Sekwan kembali dari kegiatan Job Fit di Samarinda.
Mengenai anggaran, Jimmy mengaku masih perlu konfirmasi ke Sekwan. Ia juga menyebut ada panja lain, yakni panja tapal batas desa, yang juga bernasib sama, tertunda.
“Kasihan teman-teman kalau panja jalan tapi dananya tidak pasti,” ujarnya, seraya berharap efisiensi anggaran tidak mengganggu tugas pokok DPRD.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Kutim, Sayyid Anjas, saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu, justru menepis adanya kendala. “Aman saja. Enggak ada masalah soal anggaran,” katanya singkat.
Kembali ke warung sore itu, Eddy Markus Palinggi telah menyelesaikan pernyataannya. Beberapa wartawan masih mengajukan pertanyaan lanjutan. Aroma kopi masih menguar, namun kini bercampur dengan aroma ketidakpastian dan tanda tanya besar yang menggantung di udara Kutai Timur. Nasib panja lingkungan PT APE, kini terombang-ambing di antara alasan prosedur, anggaran, dan mungkin, kepentingan lain yang belum terucap. (Q/bl)