SANGATTAKU – Penanaman 4.000 pohon mangrove di Pantai Teluk Lingga oleh PT Arkara Prathama Energi (APE) bukan sekadar aksi simbolik. Program ini dirancang berkelanjutan dengan dukungan sistem pemantauan selama tiga tahun penuh, bekerja sama dengan mitra pemantauan lingkungan digital, Jejakin.
Impact Manager Jejakin, Dewi Bintang, menjelaskan bahwa seluruh mangrove yang ditanam akan dipantau dalam tiga tahapan, yakni pada bulan keenam, ke 18 dan ke 36 setelah penanaman, serta dilengkapi satu kali proses geotagging.

“Geotagging itu yang aku tampilkan tadi. Jadi pohonnya itu bisa terekam di mana aja,” jelas Dewi saat ditemui di lokasi pada Kamis, 12 Juni 2025.
Lebih lanjut, Dewi menyebutkan bahwa pihaknya menetapkan standar survival rate sebesar 85 persen dari total pohon yang ditanam. Meski secara umum pohon mangrove dapat bertahan sendiri setelah dua tahun, pemantauan tetap dilakukan hingga tahun ketiga untuk memastikan hasil yang optimal.
“Jadi, kalau pohon-pohon ini ada yang mati dalam masa tiga tahun, itu akan diganti terus sama teman-teman yang sudah bekerja sama di sini. Jadi harapannya akan tetap 85%,” ujarnya.
Tak hanya menanam, Jejakin juga melibatkan masyarakat dalam proses penentuan jenis mangrove yang ditanam. Sebelum pelaksanaan program, sosialisasi kepada warga telah dilakukan untuk menyesuaikan jenis tanaman dengan kondisi lokal.
“Jadi, sebenarnya penanaman pohon ini penentuan jenisnya enggak dari Jejakin. Kita juga bersosialisasi dengan masyarakat di sini yang paling cocok apa sih kayak gitu,” imbuh Dewi.
Sebagai perusahaan berbasis teknologi iklim (Climate Tech Company), Jejakin juga mengembangkan sistem pemantauan berbasis aplikasi. Sistem ini memungkinkan data pemantauan masuk secara otomatis tanpa pencatatan manual.
“4.000 pohon kalau kita nyatat satu-satu di kertas, harus diinput lagi ke komputer itu mungkin agak memperlambat, ya. Nah, oleh Jejakin sekarang, Climate Tech Company, kita pakai aplikasi nih, jadi bisa langsung real time datanya masuk ke carbon app kita,” pungkasnya. (MMP)