Kaidah Jurnalistik, Etika dan Hukum, Sudahkah Berbanding Lurus?

Selasa, 23 November 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kaidah Etika dan Kaidah

Pers saat ini menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat, baik secara sadar maupun tidak, dalam kehidupan sehari-hari konsumsi akan informasi, adalah sebuah hal yang pasti dilakukan, entah sebagai acuan dalam mengambil tindakan, atau hanya sekedar mengetahui perkembangan.

Pers pun melesat mengikuti perkembangan jaman. Keluar dari etimologis pers itu sendiri (Pers (Belanda), Press (Inggris), Presse (Prancis), bermakna tekan atau cetak, dalam hal ini Pers bermakna massa cetak, media cetak), kegiatan jurnalistik pun merambah melalui audio dan video, laiknya yang sering kita dengar dan lihat di radio maupun televisi saat ini.

Ilustrasi . (foto: Antara Foto/ Wahyu Putro A)

Distribusi informasi yang semakin masif, membuat memerlukan rambu-rambu yang mengatur etika dan hukum dalam pelaksanaan praktik jurnalistik, serta lembaga pengawasan yang independen dan kredibel, bertujuan untuk mengontrol informasi yang terdistribusi, akurat dan berimbang, termasuk antisipasi sengketa yang berdasar ketidaksenangan satu atau dua pihak terhadap sebuah pemberitaan.

Didasar hal tersebut, maka pada Orde Reformasi, , lembaga yang didirikan pada tahun 1968, ditandatangai oleh Presiden Soekarno atas dasar Undang-Undang No 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pers, mendapat perubahan fundamental, setelah sebelumnya pada  masa Orde Baru sempat mendapat perubahan melalui Undang-Undang No 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 11 Tahun 1966 dan ditandatangani oleh Presiden kala itu, Soeharto.

Perubahan atas undang-undang tersebut hanya lebih merinci unsur keterwakilan keanggotaan Dewan Pers, dengan tidak mengubah posisi Dewan Pers lebih sebagai  penasehat pemerintah, khususnya Kantor Departemen Penerangan. Pada masa itu pula, posisi ketua Dewan Pers, masih dirangkap oleh Menteri Penerangan.

Perubahan fundamental dimaksud, adalah dengan dikeluarkannya  Undang-Undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers bertanggal 23 September 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Bacharudin Jusuf Habibie.

Baca Juga  Ery Mulyadi: SDM, Proses, Teknologi, Trinitas Guna Wujudkan Keberhasilan e-Government di Kutai Timur

Pada pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan:

“Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.”

Maka, seiring disahkannya UU No 40 Tahun 1999 tersebut, Dewan Pers tidak lagi berfungsi sebagai penasihat pemerintah, melainkan beralih fungsi sebagai pelindung kemerdekaan pers. Hubungan struktural Dewan Pers dengan pemerintah pun diputus, dan secara otomatis membuat Dewan Pers yang telah ada sebelumnya, berubah menjadi Dewan Pers “yang independen.”

Selain diterbitkannya UU No 40 Tahun 1999 yang juga merubah status independensi Dewan Pers, pada tahun 2006, tepatnya pada 14 Maret, difasilitasi oleh Dewan Pers, sebanyak 29 pers, terdiri dari 27 organisasi wartawan dan 2 organisasi pers, dilahirkannya lah Kode Etik Jurnalistik () yang menjadikan rambu-rambu dalam giat jurnalistik, dan kemudian dinyatakan sebagai Peraturan Dewan Pers No 6/Peraturan-DP/ V/2008 yang menyatakan Kode Etik Jurnalistiklah yang memenuhi syarat, baik secara filosofis, sosiologis, dan normatif.

Sebelumnya, pada 29 Juni 2000, Dewan Pers pun telah mengesahkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Kode etik serupa sebenarnya telah muncul dengan berbagai versi pasca kemerdekaan Negara Republik Indonesia, setelah tahun 1945.

Berdasarkan hal tersebut, jurnalisme adalah sebuah kegiatan dalam menggali dan menyampaikan informasi, yang ketentuan kewajiban dan haknya diatur dan dilindungi oleh undang-undang secara konstitusional, termasuk para pekerja jurnalistik, baik perusahaan media, hingga ke tingkat wartawan sebagai ujung tombak pencari berita.

Hingga mungkin kita bisa bersepakat dalam menarik sebuah kesimpulan, bahwa wartawan dan atau adalah profesi yang haknya untuk menyebarkan informasi, dilindungi oleh undang-undang, selama masih dalam koridor undang-undang yang ditentukan dan tanpa mengesampingkan Kode Etik Jurnalistik.

Baca Juga  Tanggapi Isu BBM Oplosan, Disperindag Kutim Lakukan Sidak SPBU

Selanjutnya…

2.9kDibaca

Berita Terkait

Melampaui Bendera dan Kembang Api, Mengartikan Ulang Kemerdekaan Indonesia
Pentingnya Politik Santun dan Berbudaya Jelang Pemilu 2024
Merajut Kembali Tenun Kebangsaan Melalui Pesan Budaya
Wajah Buram Politik Indonesia
Presiden Putin dan Kesejahteraan Kutim (Bagian Pertama)
BELA NEGARA DALAM PEREKONOMIAN
BELA NEGARA, EKONOMI, DAN COVID-19
Mengenal Perasaan Anda Lebih Jauh

Berita Terkait

Kamis, 17 Agustus 2023 - 15:56 WITA

Melampaui Bendera dan Kembang Api, Mengartikan Ulang Kemerdekaan Indonesia

Senin, 3 Juli 2023 - 20:22 WITA

Pentingnya Politik Santun dan Berbudaya Jelang Pemilu 2024

Minggu, 2 Juli 2023 - 21:36 WITA

Merajut Kembali Tenun Kebangsaan Melalui Pesan Budaya

Minggu, 2 Juli 2023 - 20:39 WITA

Wajah Buram Politik Indonesia

Selasa, 6 Desember 2022 - 00:20 WITA

Presiden Putin dan Kesejahteraan Kutim (Bagian Pertama)

Berita Terbaru

Wakil Bupati Kutai Timur, Mahyunadi (MMP)

Politik & Pemerintahan

Pemkab Kutim Evaluasi Perda Pajak dan Retribusi, UMKM Jadi Pertimbangan Utama

Selasa, 24 Jun 2025 - 19:47 WITA