SANGATTAKU – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), Faizal Rachman, mendorong optimalisasi pemungutan 11 objek pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Namun, ia enggan berspekulasi mengenai apakah pajak rumah kos (indekos) termasuk dalam pendapatan yang dikelola oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
“Jika rumah kos dan penginapan termasuk dalam 11 objek pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, maka pemungutannya harus dilakukan. Namun, untuk kepastiannya, tanyakan saja ke Bapenda,” ujar Faizal Rachman saat ditemui belum lama ini.
Sebelas objek pajak yang dimaksud antara lain: Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2), Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (PHTB), pajak perhotelan, restoran, hiburan, parkir, air bawah tanah, reklame, sarang burung walet, penerangan jalan, dan pajak mineral bukan logam dan batuan.
Khusus untuk pajak sarang burung walet, Faizal menilai pengelolaannya oleh pemerintah daerah belum maksimal. Terlebih lagi, sistem pemungutan Pajak Daerah Sarang Burung Walet menggunakan Self-Assessment System, di mana wajib pajak, baik individu maupun badan yang mengelola sarang burung walet, diberikan kewenangan untuk menghitung sendiri besaran pajak yang harus dibayarkan.
Meski demikian, Faizal memastikan bahwa pajak sarang burung walet termasuk dalam 11 objek pajak yang berada di bawah kewenangan pemerintah daerah. “Kalau sarang burung walet, itu sudah jelas masuk dalam 11 objek pajak tersebut,” tegasnya.
Sebagai informasi tambahan, pajak rumah kos memang termasuk dalam salah satu sektor pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan undang-undang tersebut, rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh dianggap sebagai kategori hotel, dan pemerintah membebankan pajak sebesar 10 persen dari pendapatan rumah kos.
Namun, ketentuan tersebut telah diperbarui dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU 1/2022). Ketentuan baru ini akan berlaku efektif dua tahun sejak diundangkan, yaitu pada 5 Januari 2024.
Perubahan ini tentu menimbulkan pro dan kontra. Bagi pemilik usaha rumah kos, ketentuan baru ini dianggap menguntungkan karena mereka tidak lagi diwajibkan membayar pajak daerah. Namun, dari perspektif pemerintah daerah, kebijakan ini dapat berdampak negatif terhadap penerimaan pendapatan daerah. (AD01/ DPRD)