
SANGATTAKU – Sistem Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi di Kutai Timur mendapat sorotan serius dari Anggota Komisi D DPRD Kutim, Yulianus Palangiran. Legislator ini mendorong Dinas Pendidikan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem yang dinilai lebih banyak membawa dampak negatif tersebut.
“Saya meminta agar sistem zonasi benar-benar dikaji, kalau perlu dihapus,” tegas Yulianus.

Dalam analisisnya, Yulianus mengidentifikasi sejumlah permasalahan krusial dalam implementasi sistem zonasi. “Kekurangannya yang pertama, aparat pendidikan yang terlibat tidak siap. Kedua, potensi kecurangan tidak dapat dihindari, dan itu sudah menjadi rahasia umum. Ketiga, langkah-langkah ceroboh menyebabkan banyak anak pintar masuk sekolah yang kurang bermutu. Bahkan, anak-anak miskin yang pintar sering tertolak hanya karena sistem zonasi ini,” ungkapnya.
Terkait masa depan sistem PPDB, politisi Nasdem ini memaparkan tiga opsi strategis: mempertahankan sistem zonasi dengan segala kekurangannya, menyempurnakan sistem dengan berbagai perbaikan, atau menghapus sistem zonasi secara total. Bila opsi ketiga dipilih, perlu pertimbangan matang mengenai sistem pengganti, termasuk kemungkinan kembali ke model seleksi berbasis Ujian Nasional (UN).
Selain isu PPDB, Yulianus juga menyoroti implementasi Kurikulum Merdeka yang menuai berbagai tanggapan dari kalangan pendidik. “Banyak guru yang merasa keberatan. Dari 100 guru, paling hanya lima yang mendukung Kurikulum Merdeka. Sisanya mengeluh karena gaji kecil, beban administratif tinggi, dan masalah lain. Pemerintah harus mendengarkan keluhan ini,” jelasnya.
Perhatian khusus juga diberikan pada isu kesejahteraan guru. “Kami di Komisi D meminta pemerintah memastikan tidak ada diskriminasi dalam penerapan kenaikan gaji guru. Saat ini, kenaikan hanya berfokus pada ASN, sementara guru swasta dan honorer masih terabaikan,” pungkasnya. (AD01/ DPRD)