
SANGATTAKU – Fraksi Gelora Amanat Perjuangan (GAP) menekankan perlunya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang saat ini hanya menyumbang Rp358,388 miliar atau sekitar 3,21 persen dari total pendapatan daerah. “Ini menunjukkan masih rendahnya kontribusi PAD terhadap keseluruhan pendapatan,” ujar Mulyana. Sebaliknya, 91,86 persen dari total pendapatan atau Rp10,245 triliun berasal dari pendapatan transfer, yang mencerminkan ketergantungan daerah terhadap dana pusat.

Hal tersebut diungkapkan Mulyana, menyampaikan Pandangan Fraksi Gelora Amanat Perjuangan terkait Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun Anggaran 2025 dalam Sidang Paripurna ke-20 DPRD Kutai Timur yang digelar pada Jumat (22/11/2024).
Menyoroti berbagai aspek penting dalam penyusunan anggaran demi memastikan manfaatnya bagi masyarakat, dalam penyampaiannya, Fraksi GAP menekankan perlunya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang saat ini hanya menyumbang Rp358,388 miliar atau sekitar 3,21 persen dari total pendapatan daerah.
“Pemerintah daerah perlu fokus pada optimalisasi potensi lokal seperti sektor pariwisata, retribusi, dan pengelolaan aset daerah untuk meningkatkan PAD,” ujar Mulyana. Sebaliknya, 91,86 persen dari total pendapatan atau Rp10,245 triliun berasal dari pendapatan transfer, yang mencerminkan ketergantungan daerah terhadap dana pusat.
Selain itu, analisis terhadap belanja daerah menunjukkan belanja operasi menjadi komponen terbesar, mencapai Rp5,603 triliun atau 50,3persen dari total belanja. Fraksi GAP mendesak pemerintah untuk memastikan belanja operasi tidak didominasi oleh pengeluaran pegawai, sehingga alokasi untuk pembangunan yang berdampak langsung pada masyarakat tetap terjaga.
Belanja modal sebesar Rp4,321 triliun atau 38,8 persen dari total belanja mendapatkan perhatian khusus. Fraksi GAP memandang alokasi ini sebagai langkah positif karena berorientasi pada pembangunan infrastruktur. Namun, mereka menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam implementasi proyek agar benar-benar memberikan manfaat maksimal.
“Pemerintah (daerah) perlu menjamin transparansi dan efisiensi dalam implementasinya, agar setiap proyek memberikan manfaat maksimal,” tegasnya.
Selain itu, Fraksi GAP menyoroti pentingnya pengawasan terhadap belanja bantuan yang termasuk dari bagian belanja transfer, yang mencapai Rp1,191 triliun, serta memastikan mekanisme pemberian bantuan dilakukan secara transparan dan tepat sasaran. Tidak adanya penerimaan pembiayaan dalam RAPBD 2025 juga menjadi catatan, meskipun terdapat pengeluaran pembiayaan sebesar Rp15 miliar untuk penyertaan modal kepada BUMD. Fraksi GAP menegaskan perlunya kajian kelayakan investasi yang komprehensif terkait langkah tersebut.
“Semoga pandangan ini bisa menjadi masukan yang konstruktif bagi semua pihak guna terselenggaranya sistem pemerintahan dengan baik,” tutup Mulyana. (AD01/ DPRD)