Wajah Buram Politik Indonesia

Minggu, 2 Juli 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SANGATTAKU – Jelang 2024, suhu politik Indonesia semakin memanas. Terbaru, bebasnya mantan Ketua Umum Anas Urbaningrum, setelah sekian lama ‘sekolah’ di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin .

Sejumlah pihak mengatakan, bebasnya Anas dari LP Sukamiskin, menjadi karir politik AHY, yang saat ini memegang kemudi Partai , besutan Presiden ke enam Susilo Bambang Yudhoyono.

Terlalu dini, jika bebasnya Anas kemudian diasumsikan sebagai bentuk perlawanan, yang kemudian dikhawatirkan akan balas dendam yang bisa mengancam eksistensi Demokrat di bawah kepemimpinan AHY.

Para elit politik terlalu lebay jika Anas akan menjadi momok di kemudian hari.

Sekretaris Jenderal DPP , D. Supriyanto Jagad N.

Pesona dan pengaruh Anas Urbaningrum menurut saya, saat ini telah berkurang cukup banyak. Jika Anas kembali bersuara terkait kasusnya dan menyerang Partai Demokrat tidak akan memiliki banyak pengaruh. Apalagi, saat ini Demokrat sudah dilekatkan dengan kepemimpinan yang baru yakni Agus Harimurti Yudhoyono.

Sambil ngopi, saya teringat saat diundang menjadi salah satu nara sumber dalam dialog publik beberapa waktu lalu yang disiarkan secara live di sebuah radio swasta di Jakarta.

Dalam dialog interaktif tersebut, ada pertanyaan yang disampaikan kepada saya. Mungkinkah politik berbudaya bisa ditegakkan di negeri ini?

Ini bukan pertanyaan sederhana, namun ada muatan kegelisahan, atas carut marutnya wajah politik kita saat ini. Harus diakui, cara berdemokrasi kita, masih jauh dari apa yang kita harapkan. Saling serang, saling menjatuhkan, mengungkit-ungkit perjalanan pribadi di masa lalu dengan tujuan untuk membunuh karakter, masih kita jumpai dan terpampang di .

Kemerdekaan bangsa yang disertai dengan kebebasan dan demokrasi yang terus berkembang di negeri ini, ternyata  memiliki sisi negative yang akan semakin menjadi persoalan, bila tidak segera disadari oleh semua komponen bangsa ini. Ekses yang paling terasa adalah dalam kehidupan berpolitik bangsa ini.

Baca Juga  Alhamdulillah, Hari Ini SAH!

Dalam pencarian bentuknya, politik di negeri ini dipenuhi dengan bahaya yang bisa dan kadang di setiap saat. Bahaya terbesar akibat proses dalam pencarian bentuk dalam politik itu adalah perpecahan di masyarakat. Kita bisa melihat wajah media sosial kita, dihiasi dengan berbagai hujatan atas ketidak sepahaman cara pandang dalam melihat sesuatu, karena perbedaan pilihan politik.

Pelaku politik sering menggunakan kondisi masyarakat yang rapuh dan rawan pengaruh untuk keuntungan dan kepentingan politiknya. Kerapuhan rakyat yang tanpa disadari akan semakin menjadi bencana saat pengaruh para petualang politik masuk dalam kehidupan mereka.

Sejarah mencatat banyak terjadi pengkhianatan saat bangsa ini memperjuangkan kemerdekaannya. Pengkhianat yang dengan bangganya diperbudak penjajah untuk melawan negerinya sendiri, sekedar demi lembaran uang dan mimpi jabatan.

Saya teringat apa yang pernah dikatakan Bung Karno di masa lalu, ‘Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri’.

Melawan bangsa sendiri, bukanlah memusuhi bangsa sendiri dalam arti sebenarnya. Tantangan melawan bangsa sendiri adalah bagaimana negara dan para pemimpin harus memenuhi aspirasi rakyat dan membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik. Tantangan itu semakin berat di tengah bangsa ini sedang mencari bentuknya dalam berkehidupan politik.

Politik berbudaya apakah mungkin bisa ditegakkan di negeri ini? Menurut saya, sangat mungkin. Namun, kita harus mampu merekonstruksi pemikiran dan komitmen kita atas keberlangsungan bangsa ini.  Diperlukan kesadaran bersama, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bermartabat. Politik yang sebaik-baiknya adalah politik yang berbudaya, budidaya dan bermartabat, dimana kekuasaan dan tahta yang dibawa membawa kemuliaan manusia dan Sang Pencipta.

Bila bangsa ini tidak ingin carut marut, sudah saatnya kita kembali kepada politik yang berbudaya, karena politik yang berbudaya, akan sanggup menggeser dominasi politik identitas yang saat ini marak di tanah air. Politik identitas selalu dikaitkan dengan etnisitas, agama, idiologi, dan kepentingan-kepentingan lokal yang umumnya diwakili para elit politik dengan artikulasinya masing-masing.

Baca Juga  Syaiful Bakhri Dorong Pemerataan Akses Program Rumah Layak Huni

Sudah saatnya kita kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa yang berbudaya. Dan, yang bisa kita lakukan adalah membangun budaya politik yang sesuai dengan peradaban kita sebagai bangsa Indonesia yang berkarakter.

Ukuran baik buruk, benar salah, pantas tidak pantas dalam budaya demokrasi kita, tentu berbeda dengan negara lain, atau bangsa-bangsa lain.

Mari berbenah, ruang itu masih ada.

Penulis: D. Supriyanto Jagad N, pemerhati sosial politik, Sekretaris Jenderal DPP Persatuan  Republik Indonesia.
976Dibaca

Berita Terkait

Melampaui Bendera dan Kembang Api, Mengartikan Ulang Kemerdekaan Indonesia
Pentingnya Politik Santun dan Berbudaya Jelang Pemilu 2024
Merajut Kembali Tenun Kebangsaan Melalui Pesan Budaya
Presiden Putin dan Kesejahteraan Kutim (Bagian Pertama)
BELA NEGARA DALAM PEREKONOMIAN
BELA NEGARA, EKONOMI, DAN COVID-19
Kaidah Jurnalistik, Etika dan Hukum, Sudahkah Berbanding Lurus?
Mengenal Perasaan Anda Lebih Jauh

Berita Terkait

Kamis, 17 Agustus 2023 - 15:56 WITA

Melampaui Bendera dan Kembang Api, Mengartikan Ulang Kemerdekaan Indonesia

Senin, 3 Juli 2023 - 20:22 WITA

Pentingnya Politik Santun dan Berbudaya Jelang Pemilu 2024

Minggu, 2 Juli 2023 - 21:36 WITA

Merajut Kembali Tenun Kebangsaan Melalui Pesan Budaya

Minggu, 2 Juli 2023 - 20:39 WITA

Wajah Buram Politik Indonesia

Selasa, 6 Desember 2022 - 00:20 WITA

Presiden Putin dan Kesejahteraan Kutim (Bagian Pertama)

Berita Terbaru

Wakil Bupati Kutai Timur, Mahyunadi (MMP)

Politik & Pemerintahan

Pemkab Kutim Evaluasi Perda Pajak dan Retribusi, UMKM Jadi Pertimbangan Utama

Selasa, 24 Jun 2025 - 19:47 WITA