SANGATTAKU – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), Joni, memberikan tanggapan tegas terkait meningkatnya praktik galian C di wilayah Kutim, khususnya dalam kaitannya dengan proyek-proyek pembangunan yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Joni menyoroti bahwa penggunaan material dari galian C untuk sejumlah proyek, seperti peningkatan jalan yang rusak parah, sering kali menjadi kebutuhan mendesak. Namun, ia menekankan bahwa penggunaan material ini harus dilakukan sesuai dengan mekanisme dan regulasi yang berlaku.
“Memang ada kondisi di mana kita terpaksa menggunakan material galian C karena kondisi jalan yang sangat rusak, tetapi itu tidak berarti kita bisa mengabaikan aturan. Semua harus melalui proses yang benar,” kata Joni, Senin (6/5/2024).
Joni juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai legalitas operasi galian C di Kutim. Meskipun beberapa pengusaha mengklaim telah mengurus izin penambangan, Joni mencatat bahwa masih ada ketidakjelasan terkait status legal mereka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa banyak pengusaha yang belum sepenuhnya mematuhi peraturan, yang pada akhirnya dapat merugikan daerah.
“Kita sudah menganjurkan untuk mengurus ijinnya ke provinsi, karena sekarang kan kewenangannya ada di provinsi,” ujarnya.
Namun, Joni mengakui bahwa masih banyak pengusaha yang enggan atau malas untuk mengurus izin, mungkin karena kendala administratif atau jarak yang jauh dalam proses pengurusan izin.
Joni juga menyoroti bahwa kontribusi retribusi daerah dari aktivitas galian C masih relatif kecil. Menurutnya, ketidakhadiran izin resmi dari pengusaha galian C merugikan daerah karena berpotensi kehilangan pendapatan dari pajak.
“Sebenarnya kita yang dirugikan kalo mereka nggak ada ijinnya, seandainya ada ijinnya pasti kan ada pajaknya,” tegasnya. (AD01/DPRD)