SANGATTAKU – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menerima alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang cukup besar dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2023, APBD Kutim tercatat mencapai Rp9,7 triliun, sementara tahun 2024 ini anggaran sudah menyentuh angka Rp9,1 triliun, dengan kemungkinan bertambah pada APBD Perubahan.
Namun, meskipun Kutim memiliki anggaran yang signifikan, masalah rendahnya penyerapan anggaran masih menjadi tantangan serius bagi pemerintah daerah. Rendahnya penyerapan ini berdampak pada terjadinya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa), yang menghambat pemanfaatan anggaran untuk pembangunan.
Menanggapi masalah ini, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Yan, meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi pelaksanaan pembangunan, agar penggunaan anggaran dapat berjalan lebih optimal.
“Sampai saat ini, pekerjaan yang menggunakan anggaran murni belum berjalan sepenuhnya, padahal kita sudah hampir memasuki pertengahan tahun,” ujar Yan baru-baru ini.
Ia memperingatkan bahwa jika langkah tegas tidak segera diambil, masalah penyerapan anggaran yang rendah ini akan terus berulang pada tahun 2024. Menurut Yan, perlu evaluasi segera terhadap program-program yang belum berjalan maksimal.
Namun, Yan juga menekankan bahwa masalah rendahnya penyerapan anggaran tidak sepenuhnya dapat dibebankan kepada pemerintah daerah. Alokasi dana bagi hasil dari pemerintah pusat biasanya baru diterima saat pembahasan anggaran perubahan, yang menyebabkan keterlambatan dalam realisasi anggaran.
“Kita perlu menjadikan hal ini sebagai pembelajaran bersama. Jangan sampai masalah ini terus terjadi setiap tahun. Kita harus segera mencari solusi agar penyerapan anggaran lebih baik ke depannya, dan pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas,” pungkasnya.
Dengan evaluasi dan langkah yang tepat, diharapkan permasalahan ini bisa diatasi, sehingga anggaran yang tersedia bisa dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan di Kutim. (AD01/ DPRD)