SANGATTAKU – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja, Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC FSP KEP SPSI) serta PT Anugerah Energitama pada Senin (1/7/2024). Agenda RDP membahas pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap enam karyawan PT Anugerah Energitama di Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, yang hingga kini belum menerima pesangon.
Rapat tersebut dipimpin oleh anggota DPRD Kutim, Yan Ipui, dan dihadiri anggota DPRD lainnya, termasuk Muhammad Amin, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Kutim Roma Malau, perwakilan PT Anugerah Energitama, dan PC FSP KEP SPSI Kutim.
Usai RDP, Yan Ipui mengungkapkan bahwa pertemuan tidak mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, ia menyarankan agar masalah ini diselesaikan melalui jalur Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Dari hasil rapat, tidak ada kata sepakat, sehingga kami sarankan untuk menggunakan jalur PHI. Kedua belah pihak tidak ada yang ingin mengalah,” ujarnya.
Yan Ipui, politisi dari Partai Gerindra, menambahkan bahwa perbedaan pendapat antara pihak serikat pekerja dan perusahaan masih berlanjut. Menurut serikat pekerja, PHK harus disertai dengan pembayaran pesangon, sementara perusahaan berpendapat bahwa kontrak kerja waktu tertentu (PKWT) telah berakhir, sehingga tidak ada kewajiban untuk memberikan pesangon.
“Masalah ini sudah difasilitasi oleh Disnakertrans Kutim, dan anjuran serta perhitungan sudah disampaikan. Namun, manajemen perusahaan tetap bersikukuh tidak memberikan pesangon,” jelas Yan Ipui.
Sementara itu, HRD PT Anugerah Energitama, Agus Mustofa Amin, menegaskan bahwa perusahaan tidak melakukan PHK terhadap enam karyawan tersebut, melainkan kontrak kerja mereka yang telah berakhir.
“Tidak ada PHK. Kontrak PKWT mereka telah selesai, dan kami sudah memberikan kompensasi sesuai anjuran,” ujar Agus Mustofa Amin.
Di sisi lain, Ketua PC FSP KEP SPSI Kutim, Jurifer Sitinjak, mengatakan pihaknya akan menunggu koordinasi dari Disnakertrans Kutim terkait solusi pesangon. Jika perusahaan tetap menolak untuk membayar, pihaknya akan melaporkan masalah ini ke kepolisian.
“Jika perusahaan tidak membayar pesangon, kami akan melaporkannya secara pidana, karena mereka tidak menghormati aturan pemerintah,” tegas Jurifer. Ia juga menyoroti lambatnya proses keputusan dari pihak manajemen, yang dinilai mengulur waktu.
“Jika terus ditunda-tunda, kapan masalah ini akan selesai?” pungkasnya. (AD01/ DPRD)