SANGATTAKU – Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Hepnie Armansyah, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa proyek Multi Years Contract (MYC) atau proyek tahun jamak di Kutim kemungkinan besar tidak akan selesai sesuai target yang telah ditetapkan.
Dalam wawancara dengan media di Kantor DPRD Kutim, Kawasan Perkantoran Bukit Pelangi, Sangatta, pada Kamis (13/06/2024), Hepnie menyebutkan bahwa beberapa proyek MYC yang diharapkan dapat mendongkrak pembangunan di Kutim justru menghadapi keterlambatan signifikan.
“Proyek pembangunan Pasar dan Masjid At-Taubah di Sangatta Selatan, misalnya, belum menunjukkan perkembangan sama sekali,” ungkap Hepnie Armansyah.
Menurutnya, meskipun Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Muhammad Muhir, sempat menyatakan bahwa anggaran tahun ini akan terserap, kenyataannya tidak semua anggaran proyek tahun jamak dapat terserap sesuai jadwal yang direncanakan.
“PUPR mengatakan bahwa anggaran tahun ini akan terserap, tapi MYC ini adalah proyek dua tahun, dan tahun lalu ada banyak anggaran yang belum terserap,” tambah Hepnie.
Hepnie juga menyoroti ketidakhadiran Kepala Dinas PUPR Kutim dalam beberapa agenda penting di DPRD, seperti rapat yang membahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Kutim 2023.
“Kami sudah beberapa kali memanggil Kadis PUPR, tetapi yang bersangkutan sering kali absen dengan berbagai alasan. Terakhir katanya sakit, dan saat pembahasan LKPJ Bupati, beliau juga tidak hadir karena ada acara lain,” jelasnya.
Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menilai bahwa ketidakhadiran Kepala Dinas PUPR memperlambat proses pengawasan dan evaluasi yang dilakukan DPRD terhadap proyek-proyek MYC yang bernilai miliaran rupiah.
“Kami sudah memprediksi bahwa dalam agenda pembahasan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) berikutnya, kemungkinan besar Kadis PUPR juga tidak akan hadir. Padahal, banyak pertanyaan dari para legislator yang perlu dijawab terkait perkembangan proyek-proyek MYC ini,” tegas Hepnie.
Situasi ini, menurut Hepnie, semakin mempersulit pengawasan terhadap anggaran besar yang dialokasikan untuk MYC, sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran demi pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat Kutai Timur menjadi sulit tercapai. (AD01/ DPRD)